Kamis, 24 April 2008

LSM Lingkungan Protes PP No 2, TNBT dan TNBD Terancam Digusur Penambang

. Kamis, 24 April 2008

MUARATEBO - Sejumlah organisasi kepemudaan dan LSM lingkungan hidup yang bergabung dalam Komunitas Pelestari Lingkungan (Kopel) Tebo memprotes kebijakan pemerintah yang mengeluarkan PP No 2 tahun 2008 yang membolehkan penambangan di kawasan hutan lindung. Mereka yakni dari LSM Kapas Kanopi, KPA Kanopi, PC GP Ansor Tebo, PC PMII, PC HMI, Komunitas Pelestari Alam Sigombak (Kompas), Ikatan Pemuda VII Koto dan BEM STIT Tebo. Mereka tergabung dalam Komunitas Pelestari Lingkungan (Kopel) Tebo. Mereka mengungkapkan keprihatinannya mengenai alasan pemerintah mengeluarkan PP itu.

Kebijakan itu dinilai sangat bertentangan dengan konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk perubahan iklim. Anehnya di tengah rentetan bencana ekologis, pemerintah mengeluarkan PP yang mengizinkan pembukaan hutan untuk pertambangan, pembangunan infrastruktur telekomunikasi, energi, dan jalan tol dengan tarif sewa sangat murah.

Alih fungsi hutan produksi dan hutan lindung hanya dikenai tarif Rp 1,2 juta per hektar per tahun hingga Rp 3 juta per hektar per tahun, atau Rp 120 per meter hingga Rp 300 per meter. Butir-butir PP itu ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 4 Februari 208 dengan nama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan.

’’Kebijakan menyewakan hutan begitu murah itu sangat sembrono,’’ ujar Wahyudhi Direktur Eksekutif LSM Kapas Kanopi Tebo sebuah NGO yang intens bergerak dibidang lingkungan, kemarin.

Menurut Wahyudhi, PP tersebut cacat hukum karena aturan ini hanya memuat tentang tarif, bukan izin pembabatan hutan lindung.

‘’Kalau PP ini dipakai untuk membabat hutan, jelas bertentangan dengan aturan di atasnya, yaitu Undang-Undang (UU) No 19 Tahun 2004 tentang Penambangan di Hutan Lindung. UU yang menyebutkan hanya 14 perusahaan yang boleh menambang di hutan lindung,’’ kata lelaki yang biasa disapa Yudi.

Namun, pihaknya belum menentukan sikap apakah akan meminta pencabutan atau revisi peraturan pemerintah tersebut. ‘’Kami masih perlu membahas lebih jauh,’’ katanya.
Selain cacat hukum, kata Yudi, peraturan tersebut tidak komprehensif. Contohnya, PP tidak mengatur subyek pemilik hak atas kayu komersial yang ada di dalam hutan. PP juga tidak mematok tarif alias Rp 0 (nol) atas penggunaan hutan bersifat nonkomersial (Pasal 4).
’’Sifat nonkomersial bukan berarti meniadakan risiko atau dampak negatif terhadap hutan lindung atau produksi, bukan tidak mungkin kawasan TNBD dan TNBT di Tebo ini akan digusur dan dieksplorasi oleh perusahaan penambang jika di dalamnya terdapat kandungan batubara ataupun barang tambang lainnya,’’ ujarnya.

Sementara Oktaviandi, salah satu anggota Kopel mengatakan, harga sewa Rp 120 per meter persegi pun tak rasional karena tertutupi dengan harga pohon di atasnya jika ditebang dan kayunya dijual. ‘’Sangat aneh dan tak masuk akal ketika hutan lindung yang tak ternilai harganya ternyata dihargai lebih murah dari sepotong pisang goring. Kami prihatin dengan kondisi tersebut yang juga mengancam kelestarian TNBD, TNBT dan kawasan Hutan Produksi di Tebo,’’ ujarnya.

Sementara Ardan dari Komunitas Pelestari Alam Sigombak menyebutkan, keputusan pemerintah tersebut menghina akal sehat dan sama sekali tak dapat dipahami. Keluarnya PP dinilai memperjelas posisi pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak memihak keselamatan warga dan pelestarian lingkungan.

Ardan juga mengatakan, data dari Sawit Watch, laju kerusakan hutan sepanjang tahun 2005-2006 mencapai 2,76 juta hektar. Ribuan orang meninggal dan lainnya menjadi pengungsi karena bencana lingkungan yang disebabkan oleh kerusakan di bagian hulu, seperti banjir dan tanah longsor. ‘’Bayangkan apa yang akan terjadi di kawasan hilir akibat PP itu. Namun, tampaknya pemerintah kurang peduli dan lebih mengejar pendapatan finansial,’’ kata Ardan.
Masih menurut Andi, dari data yang disampaikan Walhi Indonesia, PP itu akan berimplikasi langsung pada pembukaan sekitar 160 lokasi baru pertambangan di kawasan hutan pada 26 provinsi..

’’Sekitar itulah jumlah konsesi pertambangan yang menunggu untuk beroperasi di atas kawasan hutan,’’ ujarnya.

Dampak lain, sektor lain seperti perkebunan akan meminta hak yang sama, yakni lahan hutan untuk bisnis yang disewakan sangat murah, dan saat ini sedikitnya 158 perusahaan tambang di Indonesia bakal diuntungkan dengan terbitnya PP tersebut. (why)

Berita Terkait



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Di Bawah Ini. Terima Kasih

Berita Populer

Objek Wisata Danau Sigombak Tebo, Jambi
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com