Minggu, 21 Maret 2010

Dari Tempat Kucing Buang Air, Hingga Gelas Kopi Di Atas Makam

. Minggu, 21 Maret 2010


Mengunjungi Makam Pahlawan Jambi, Sultan Thaha Syaifuddin


49 Tahun, sultan thaha berjuang melawan penjajahan Belanda di provinsi Jambi. Hingga suatu hari pada tahun 1904 di dusun Betung Berdarah beliau gugur dalam pertempuran sebagai suhada dalam usia 88 tahun. Bagaimana kondisi makamnya di kota Muara Tebo?


MUARA TEBO-Serombongan burung gereja di jalan terkejut dan terbang membumbung menuju pohon besar di areal makam yang luasnya lebih dari setengah hektar itu. Bunga-bunga di sisi jalan setapak menuju makam terlihat tumbuh tidak teratur. Ilalang tumbuh agak tinggi, beberapa minggu tidak tertebas pisau mesin rumput.

Sekitar sepuluh lampu taman tertata sepanjang jalan setapak. Kalau malam hari hanya satu lampu yang menyala. Sehingga makam yang terletak berhadapan dengan mesjid Jamik dan di sisi Bank BPD itu menjadi remang-remang kala malam menjelang.

Di tengah areal makam, sebuah bangunan berbentuk pendopo kusam berdiri. Disitulah peristirahatan pahlawan nasional Jambi yang aslinya bernama Sultan Raden Toha Jayaningrat. Di sisi kiri peristirahatan putra pasangan Raden M Fakhrudin dan Syarifah Maryam itu berdiri bangunan perpustakaan. Perpustakaan aneh, karena sejak di bangun belasan tahun lalu, tak satupun ada buku di dalamnya.

Di belakang pendopo makam, pendopo ada pendopo agak besar. Sebagai tempat pengunjung bersantai. Walaupun sangat jarang pengunjung yang datang. Di sebelahnya relief perjuangan sultan thaha sepanjang sekitar 20 meter kusam berdebu. Bisu menceritakan sosok heroik Sultan Thaha kurun tahun 1855-1904. Di sudut areal makam, berdiri rumah penjaga makam, Hamdan (47) yang tinggal bersama isterinya Sri Sutiyatmo (43) dan tiga anaknya.

“Assalamualaikum,” ucap Hamdan saat melangkah kaki menaiki tangga pendopo makam yang berlantai keramik putih. Walau lantai terlihat bersih, di atas plapon yang terbuat dari triplek terlihat mengelupas di beberapa bagian. “Bocor, kalau hujan banyak air menggenang dan harus di-pel. Telah saya sampaikan tapi belum juga diperbaiki,” katanya.

Ditengah-tengah pendopo makam sultan thaha terlihat agak megah. Dibangun setinggi pinggang orang dewasa, berbentuk persegi panjang dihiasi ukiran. Makam tua ini dikelilingi dua lintas rantai. Di atas makam itu tiga surat yassin terletak lusuh. Diatas makam ditaburi pasir sungai yang agak kotor berdebu dan sedikit bau. 6 bola lampu murahan di plafon pendopo tak satupun yang menyala kala malam hari.

“Kucing sering berak di pasir atas makam ini. Harus dibersihkan setiap hari. Saya sudah sering mengusulkan ke dinas sosial agar pasir ini di ganti kerikil putih, namun belum dig anti. Butuhnya hanya sedikit inilah,” jelas Hamdan sambil membersihkan bekas kotoran burung.

Di sisi pendopo, terlihat dua prasasti batu. Disisi kiri, prasasti tentang riwayat singkat sang pahlawan. Walau di buat pada tahun 2007 lalu, prasasti itu terlihat rusak agak parah. Retak-retak. Di sebelah kanan, prasasti penyair Jambi, almarhum Ari Setya Ardi yang berjudul menatah pustaka silsilah yang di dedikasikan untuk satu abad sultan thaha syaifudin 2004 lalu.

Sayangnya, kondisi makam ini tidak begitu terawatt. Menurut Hamdan, ini terjadi karena dana perawatan sangat minim. Saat fasilitas perawatan seperti sapu lidi, sapu ijuk, pengelap debu dan lainnya tidak diberikan pemerintah. Bahkan untuk menebas rumput, dirinya tidak mendapatkan biaya untuk beli minyak mesin rumput. Mesin rumput juga sekarang dalam keadaan rusak.

“Saya jadi serba salah. Kalau makam datuk (sultan thaha, red) tidak terawat, saya yang disalahkan. Tapi untuk perawatan butuh biaya. Saat ini mesin yang rusak itu saya antarkan ke dinas social, tapi tidak diperbaiki juga. Bahkan mereka menyuruh membersihkan pakai parang. Padahal alat yang rusak Cuma satu,” katanya sambil memperlihatkan contoh alat yang rusak.

Sambil menyuguhkan segelas teh panas, Hamdan didampingi isterinya bercerita. Dia telah bekerja sebagai penunggu makam sejak tahun 2005 lalu melalui SK Bupati. Saat itu gajinya Rp 300 ribu dan saat ini telah Rp 720 ribu yang di terima 3 bulan sekali. “Dulu ada uang tambahan dari provinsi sebanyak 150 ribu. Namun sejak 2007 tidak ada lagi,” katanya.

Ini menurutnya sangat aneh. Karena dulu petugas dari PMKS Jambi memberikan secara rutin. Baik uang tambahan maupun fasilitas perawatan yang memadai untuk dirinya bekerja. “Tidak ada penjelasan tentang uang tambahan itu. Dulu mengatakan dana tersebut tetap ada bahkan kemungkinan akan dinaikkan dua kali lipat,” katanya.

Isterinya Sri menimpali, dulu setiap tahun mereka mendapatkan peralatan seperti sapu lidi dan sapu ijuk dalam jumlah memadai. Namun sekarang tidak lagi. “Kemarin minta ke dinas sosial Tebo, hanya di kasih satu buah. Terkadang kami beli sendiri sapu dan peralatan lainnya. Tapi kami iklaskan saja merawat makam datuk (sultan thaha, red),” tuturnya ibu tiga anak ini.

Tidak hanya peralatan perawatan, bahkan mereka juga harus membayar sendiri tagihan air PDAM rumah dinas mereka. Padahal katanya, kebutuhan air sangat banyak untuk menyiram bunga, mencuci lantai pendopo dan lainnya. “Kalau kami mengadu ke dinas, selalu dikatakan belum cair dananya. Bahkan ada yang bilang kalau minta macam-macam bisa di pecat,” kata Hamdan menimpali isterinya.

Begitu juga dengan usulan agar taman areal makam diperindah telah disampaikan. Seperti usulan agar makam ditanami aneka kembang dan di beri pot. “Saya siap saja merawat, menyiramnya asal dana perawatan ada. Selama ini saya banyak mengeluarkan dana pribadi dari gaji sebagai penjaga makam,” kata pria yang juga berprofesi sebagai ojek dan agen pembantu rumah tangga ini.

Orang yang berkunjung baik anak-anak sekolah maupun umum menurut pasangan ini, sangat sepi. Sekali-sekali yang datang dari jauh. Seperti dari kabupaten Bungo dan daerah lainnya. Rata-rata warga keturunan jawa yang mempunyai hajatan tertentu dan berdoa di makam.

“Yang agak banyak di bulan muharram. Dulu ada orang yang datang mengantarkan dua gelas kopi di makam. Berdoa sebentar dan pulang. Itu terserah mereka, yang jelas kami menjaga makam datuk. Dan kami berharap pemerintah memperhatikan makam ini. Karena hasilnya bukan untuk kami, tetapi untuk datuk sebagai pahlawan yang harus dihargai,” pungkas suami isteri ini mengakhiri obrolan. (****)

Berita Terkait



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Di Bawah Ini. Terima Kasih

Berita Populer

Objek Wisata Danau Sigombak Tebo, Jambi
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com